Ads 468x60px

Social Icons

Tuesday, October 25, 2011

tentang kasus irzen okta

5 Penganiaya Irzen Octa Terancam 12 Tahun Penjara

Novi Christiastuti Adiputri - detikNews

Jakarta - Lima terdakwa penganiaya nasabah Citibank, Irzen Octa, menjalani sidang dakwaan untuk pertama kali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Para terdakwa didakwa merampas kemerdekaan Irzen Octa hingga mengakibatkan kematian dan terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) memisahkan berkas kelima terdakwa menjadi 3 berkas, sehingga persidangan digelar secara bergiliran di ruang utama Oemar Seno Adji, PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2011).

Pertama, JPU membacakan dakwaan untuk terdakwa Boy Yanto Tambunan, yang merupakan karyawan PT Fanimasyara Prima (Fanimas) yang bergerak di bidang jasa penagihan yang mewakili Citibank. Kedua, JPU membacakan dakwaan untuk terdakwa Humisar Silalahi, yang saat itu bertugas sebagai petugas lapangan PT Taketama Star Mandiri (Taketama) yang bergerak dalam jasa penagihan mewakili pihak Citibank.

Ketiga, JPU membacakan dakwaan untuk 3 terdakwa, yakni terdakwa Arief Lukman, Hendry Waslinton, dan Donald Harris Bakara. Terdakwa Arief merupakan karyawan pada PT Fanimasyara Prima, sedangkan terdakwa Henry Waslinton dan Donald Harris merupakan karyawan pada PT Taketama Star Mandiri.

JPU secara bergiliran membacakan dakwaan. Dalam dakwaannya, JPU menyebut bahwa kelima terdakwa telah bersama-sama melakukan perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum, merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian mengakibatkan mati.

Dalam dakwaannya, JPU menyebut bahwa pada 29 Maret 2011 lalu, Irzen mendatangi kantor Citibank di Gedung Menara Jamsostek, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, dengan maksud untuk menemui terdakwa Boy Yanto. Namun, terdakwa Boy meminta terdakwa Arief Lukman untuk menemui Irzen.

Sementara itu, terdakwa Arief Lukman kemudian menghubungi terdakwa Humisar Silalahi dan kemudian terdakwa Humisar menghubungi dan meminta terdakwa Hendry Waslinton dan terdakwa Donald Harris untuk menemui Irzen di kantor Citibank di Gedung Menara Jamsostek.

Lalu ketiga terdakwa menemui Irzen di ruang Cleo yang merupakan ruangan khusus untuk melakukan interogasi kepada para debitur yang menunggak pembayaran kartu kredit Citibank. Seperti diketahui, Irzen memiliki tunggakan hutang kartu kredit sebesar Rp 100.515.663.

Saat bertemu dengan terdakwa Arief Lukman, JPU menyebut Irzen Octa bersikeras membayar hutang kartu kreditnya sesuai dengan yang dijanjikan terdakwa Humisar. Dimana pada 28 Maret 2011, terdakwa Humisar mendatangi rumah Irzen di Batu Ceper, Tangerang, Banten dan meminta agar Irzen datang ke kantor Citibank. Terdakwa Humisar saat itu juga mengatakan, apabila Irzen membayar 10 persen dari total hutang, maka hutang akan dianggap lunas.

Disebutkan JPU, terdakwa Arief menolak dan menyebut tidak ada alasan pelunasan hutang kartu kredit dengan membayar 10 persen dari total hutang. Kemudian 3 terdakwa tersebut melakukan interogasi dan intimidasi terhadap Irzen di ruang Cleo yang sempit dan tertutup.

Dipaparkan JPU, dalam intimidasi tersebut terdakwa Donald Harris bertanya dengan nada tinggi kepada Irzen sembari tangan kanan memukul ke meja. "Sampai kapan?" ujar JPU menirukan ucapan terdakwa.

Oleh Irzen dijawab, "Nanti saya usahakan kalau ada uang, nanti saya bayarkan." Menurut JPU, terdakwa Arief Lukman marah memukul meja denan tangan kanan sambil menunjuk muka Irzen dan mengucapkan, "Bapak sudah berapa lama nunggaknya?"

Lalu oleh Irzen dijawab, "Ya saya sudah tahu saya sudah lama nunggaknya." Mendengar jawaban tersebut, terdakwa Donald Harris menendang kursi yang duduki Irzen, sambil berkata, "Pake otak dong pak!"

Selanjutnya, saat Irzen ingin keluar ruangan tersebut, terdakwa Donald Harris melarang. Dua terdakwa lain juga membiarkan hal ini, sehingga menurut JPU, ketiga terdakwa telah melakukan perbuatan merampas kemerdekaan Irzen Octa.

Selain itu, para terdakwa juga didakwa melakukan perbuatan penganiayaan yang mengakibatkan mati. Menurut JPU, tindakan terdakwa yang melarang Irzen untuk meninggalkan ruang interogasi dimaksudkan untuk membuat perasaan tidak enak, tekanan psikis, penderitaan dan atau melukai Irzen Octa.

"Akibat perbuatan terdakwa, Irzen mengeluh sakit kepala dan selanjutnya meminta kepada para terdakwa untuk beristirahat namun terdakwa Donald Harris melarang," ucap JPU Ery Yudianto.

Namun, selanjutnya Irzen menundukkan kepala sampai akhirnya jatuh ke lantai dalam kondisi nafas mendengkur. Pada saat bersamaan, terdakwa malah meninggalkan ruangan dan membiarkan Irzen dalam keadaan mendengkur terjatuh di lantai.

Akibat perbuatan ini, JPU menjerat terdakwa dengan dakwaan berlapis. Terdakwa Boy Yanto dikenai dakwaan kesatu primair melanggar pasal 333 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) KUHP, subsidair pasal 333 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau dakwaan kedua melanggar pasal 351 ayat (3) jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau dakwaan ketiga melanggar pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terdakwa Humisar Silalahi dikenai dakwaan kesatu primair melanggar pasal 333 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair pasal 333 ayat (3) jo pasal 56 ke-2 KUHP, lebih subsidair pasal 333 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lebih lebih subsidair pasal 333 ayat (1) jo pasal 56 ke-2 KUHP. Atau dakwaan kedua primair melanggar pasal 351 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair pasal 351 ayat (3) jo pasal 56 ke-2 KUHP. Atau dakwaan ketiga primari melanggar pasal 335 ayat (1) ke-1 jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair pasal 335 ayat (1) ke-1 jo pasal 56 ke-2 KUHP.

Tiga terdakwa Arief Lukman, Donald Harris dan Henry Waslinton dikenai dakwaan kesatu primair melanggar pasal 333 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair pasal 333 ayat (3) jo pasal 56 ke-2 KUHP, lebih subsidair pasal 333 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lebih lebih subsidair pasal 333 ayat (1) jo pasal 56 ke-2 KUHP. Atau dakwaan kedua primair melanggar pasal 351 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair pasal 351 ayat (3) jo pasal 56 ke-2 KUHP. Atau dakwaan ketiga primair melanggar pasal 335 ayat (1) ke-1 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair pasal 335 ayat (1) ke-1 jo pasal 56 ke-2 KUHP.

Perbuatan kelima terdakwa ini, menurut JPU diancam hukuman maksimal 12 tahun penjara. JPU memfokuskan pada dakwaan kesatu, yakni pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan seseorang yang berakibat kematian.

Pengacara Nilai Jaksa Rekayasa Dakwaan Kasus Irzen Octa

Novi Christiastuti Adiputri - detikNews

Jakarta - Pengacara kelima terdakwa penganiaya Irzen Octa menilai dakwaan jaksa tidak jelas dan kurang spesifik. Pengacara bahkan menyebut ada 4 rekayasa yang dilakukan jaksa dalam dakwaan tersebut.

"Ada 4 titik rekayasa dalam kasus ini," ujar salah satu pengacara terdakwa, Lutfi Hakim kepada wartawan usai sidang di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2011).

"Kejadian kematian akibat serangan stroke, menjadi suatu tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, itu rekayasanya," tuturnya.

Menurut Lutfi, rekayasa pertama dalam keterangan salah seorang saksi bernama Tubagus Surya Kusuma. Perlu diketahui bahwa Tubagus merupakan orang luar yang pertama melihat kondisi tubuh Irzen Octa usai interogasi.

"Rekayasa keterangan seseorang bernama Tubagus Surya Kusuma. Pada pemeriksaan pertama, bahwa ada noda darah di gorden, di dinding. Ternyata menurut hasil forensik, gorden dan dinding tidak ada noda darah manusia," terangnya.

Rekayasa kedua, terdapat rekayasa pada opini forensik dokter Mun'im Idris yang melakukan otopsi ulang terhadap jenazah Irzen pada Mei 2011. Menurutnya, opini forensik dokter Mu'nim tidak sah karena tanpa izin penyidik Polri.

"Rekayasa pada opini dr Mu'nim. Dimana Mu'nim tidak memeriksa bagian batang otak, dia hanya mengutip pada otopsi yang dilakukan dokter forensik Ade Firmasyah, tapi otopsinya sudah menyimpang dari hasil otopsi Ade Firmansyah," tutur Lutfi.

Rekayasa ketiga ada pada penghilangan barang bukti vital yang dilakukan oleh penyidik. Barang bukti tersebut berupa gorden yang disebut-sebut terkena cipratan darah dan baju yang dikenakan Irzen Octa saat kejadian.

"Ketiga, penyidik telah menghilangkan alat bukti vital, tidak ada gorden yang merupakan dasar barang bukti, tidak ada bukti soal usapan di dinding ada noda darah," ucapnya.

"Dan ini vital, tidak ada baju Irzen Octa. Celana dan baju hilang dalam barang bukti, padahal itu vital sekali," imbuh Lutfi.

Menurut Lutfi, barang bukti vital tersebut sengaja dihilangkan demi membuktikan bahwa benar-benar terjadi kekerasan dan penganiayaan terhadap Irzen Octa dalam interogasi oleh para terdakwa.

"Untuk membuktikan adanya kekerasan, ini dihilangkan oleh penyidik. Rekayasa seperti itu," ujarnya.

Rekayasa keempat, menurut Lutfi, ada pada tindakan jaksa yang memasukkan hasil otopsi ilegal dokter Mu'nim ke dalam dakwaan. Hal ini, menurut pengacara, tidak bisa dibenarkan.

"JPU memasukkan otopsi ilegal oleh dokter Mu'nim ke dalam surat dakwaan. Ini jelas kesalahan fatal! Belum ada presedennya," tegas Lutfi.

Dia menambahkan, pihaknya akan mencoba membuktikan 4 dugaan rekayasa ini dalam persidangan. Termasuk soal keberadaan pihak tertentu di balik rekayasa jaksa ini.

"Kami mau coba bongkar apakah 4 kejanggalan ini ada benarnya. Apa ada otak yang membuat 4 titik rekayasa ini," ucap Lutfi.

Pengacara menilai, dakwaan jaksa secara keseluruhan tidak jelas dan aneh. Dimana dalam dakwaan yang berkaitan dengan penyekapan, tidak ada fakta penyekapannya.

Kemudian dalam dakwaan menyangkut soal penganiayaan, jaksa tidak menjelaskan soal rangkaian penyiksaannya dalam dakwaan. Demikian halnya dalam dakwaan soal perbuatan tidak menyenangkan.

"Aneh sekali. Ini dakwaan yang menyebabkan kematian, tidak ada cerita dipukul kepala hingga keluar darah," tandas Lutfi.


sumber :    http://www.detiknews.com/read/2011/10/24/150921/1751223/10/5-penganiaya-irzen-octa-terancam-12-tahun-penjara?nd992203605;  http://www.detiknews.com/read/2011/10/24/183956/1751492/10/pengacara-nilai-jaksa-rekayasa-dakwaan-kasus-irzen-octa

1 comments:

Just Victims said...

Masya Allaah y Allaahu A'laam.

Post a Comment