TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Lampung menyatakan data pembunuhan massal yang diungkap di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat oleh lembaga adat Megow Pak Tulangbawang Rabu, 14 Desember 2011 kemarin tak sepenuhnya benar. Rekaman dan foto yang ditayangkan di ruang sidang tak relevan dengan kejadian di lapangan.
“Foto-foto itu dirangkai seolah-olah terjadi di Lampung dan pelakunya adalah aparat keamanan. Padahal, tidak seperti itu,” kata Kepala Kepala Kepolisian Lampung, Brigadir Jenderal Jodie Rooseto, di ruang kerjanya, Kamis, 15 Desember 2011.
Jodie mengatakan foto mayat-mayat bergelimpangan dan video penyembelihan itu terjadi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Bentrok itu menyebabkan tujuh orang tewas, yaitu dua dari warga, dan lima orang dari PAM Swakarsa PT. Sumber Wangi Alam. “Aparat yang berada di sekitar mayat itu datang setelah peristiwa bentrok. Mereka mengamankan lokasi. Kejadiannya pada bulan April 2010,” katanya.
Peristiwa di Desa Pelita Jaya dan Kawasan Pekat Raya, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, Lampung, terjadi pada 6 November 2010. Tim Gabungan Perlindungan Hutan Provinsi Lampung bentukan Gubernur Lampung menertibkan kawasan Register 45.
“Saat itu tim yang hendak memasyarakatkan dihadang sekitar 200-an warga dengan senjata tajam dan hendak menyerang aparat. Tim membalas dengan tembakan peluru hampa dan karet ke arah kerumunan,” katanya.
Korban tewas, Made Asta, 38 tahun, warga Pelita Jaya, saat menerjang aparat dan disambut dengan tembakan yang mengenai selengkangan hingga tembus perut. Korban tewas dalam perjalanan ke rumah sakit. Korban lainnya, Nyoman Sumarje, 32 tahun, tertembak di bagian kaki kanan dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Seusai memukul mundur warga, tim yang terdiri dari Polri, TNI dan PAM Swakarsa kemudian membongkar gubuk dan rumah semipermanen milik warga. Ratusan warga terpaksa harus mengungsi ke desa terdekat karena kehilangan tempat tinggal. Aparat juga mengusir perambah yang dikoordinir oleh lembaga Pekat Raya, sebuah lembaga swadaya masyarakat lokal.
Peristiwa lain yang menewaskan seorang warga terjadi pada 11 November 2011. Saat itu polisi terlibat bentrok dengan warga di Blok P. 36 dan 32 Divisi II areal perkebunan milik PT. Barat Selatan Makmur Investindo. Jailani, 40 tahun, warga Keagungan Dalam, Tanjung Raya, Mesuji, tewas dengan luka tembak di kepala.
Empat orang lain terluka, yaitu Rano Karno, 20 tahun; Muslim, 17 tahun; Harun 17 tahun; dan Robin, 17 tahun, semuanya warga Desa Sritanjung, Tanjung Rasa, Kabupaten Mesuji, Lampung.
“Foto-foto itu dirangkai seolah-olah terjadi di Lampung dan pelakunya adalah aparat keamanan. Padahal, tidak seperti itu,” kata Kepala Kepala Kepolisian Lampung, Brigadir Jenderal Jodie Rooseto, di ruang kerjanya, Kamis, 15 Desember 2011.
Jodie mengatakan foto mayat-mayat bergelimpangan dan video penyembelihan itu terjadi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Bentrok itu menyebabkan tujuh orang tewas, yaitu dua dari warga, dan lima orang dari PAM Swakarsa PT. Sumber Wangi Alam. “Aparat yang berada di sekitar mayat itu datang setelah peristiwa bentrok. Mereka mengamankan lokasi. Kejadiannya pada bulan April 2010,” katanya.
Peristiwa di Desa Pelita Jaya dan Kawasan Pekat Raya, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, Lampung, terjadi pada 6 November 2010. Tim Gabungan Perlindungan Hutan Provinsi Lampung bentukan Gubernur Lampung menertibkan kawasan Register 45.
“Saat itu tim yang hendak memasyarakatkan dihadang sekitar 200-an warga dengan senjata tajam dan hendak menyerang aparat. Tim membalas dengan tembakan peluru hampa dan karet ke arah kerumunan,” katanya.
Korban tewas, Made Asta, 38 tahun, warga Pelita Jaya, saat menerjang aparat dan disambut dengan tembakan yang mengenai selengkangan hingga tembus perut. Korban tewas dalam perjalanan ke rumah sakit. Korban lainnya, Nyoman Sumarje, 32 tahun, tertembak di bagian kaki kanan dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Seusai memukul mundur warga, tim yang terdiri dari Polri, TNI dan PAM Swakarsa kemudian membongkar gubuk dan rumah semipermanen milik warga. Ratusan warga terpaksa harus mengungsi ke desa terdekat karena kehilangan tempat tinggal. Aparat juga mengusir perambah yang dikoordinir oleh lembaga Pekat Raya, sebuah lembaga swadaya masyarakat lokal.
Peristiwa lain yang menewaskan seorang warga terjadi pada 11 November 2011. Saat itu polisi terlibat bentrok dengan warga di Blok P. 36 dan 32 Divisi II areal perkebunan milik PT. Barat Selatan Makmur Investindo. Jailani, 40 tahun, warga Keagungan Dalam, Tanjung Raya, Mesuji, tewas dengan luka tembak di kepala.
Empat orang lain terluka, yaitu Rano Karno, 20 tahun; Muslim, 17 tahun; Harun 17 tahun; dan Robin, 17 tahun, semuanya warga Desa Sritanjung, Tanjung Rasa, Kabupaten Mesuji, Lampung.
Dua polisi, Ajun Komisaris Wetman Hutagaol dan Ajun Inspektur Satu Dian Permana dinyatakan bersalah karena tidak disiplin sehingga menyebabkan satu warga tewas dan empat lainnya terluka. Keduanya telah ditahan di Markas Polda Lampung selama 14 hari. “Mereka sudah dihukum dan ditunda kenaikan pangkatnya secara berkala,” katanya.
Dia mengatakan ingin masyarakat jernih melihat laporan yang kabur dari sisi waktu dan lokasi kejadian. Polda Lampung mensinyalir ada upaya dramatisasi atas peristiwa di Mesuji. “Tetapi akan kami selidiki kebenaran data tersebut,” tegasnya.
NUROCHMAN ARRAZIE
Pembantaian-Mesuji-Versi-Polisi
0 comments:
Post a Comment