TEMPO.CO, Bandar Lampung - Muslim, 18 tahun, petani korban penembakan brutal aparat keamanan di areal perkebunan PT Barat Selatan Makmur Investindo, masih dirawat di Rumah Sakit Immanuel Bandar Lampung, 17 Desember 2011. Darah masih mengucur dari luka bekas tembakan aparat pada 10 November 2011 lalu. “Anak saya masih sekarat. Sudah lebih dari sebulan tergolek lemah,” kata Rundam, ibu korban, saat ditemui Tempo di ruang peralatan, Sabtu 17 Desember 2011.
Muslim, warga Suku I Desa Sritanjung, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji, menderita luka tembak di bagian kaki kanan. Peluru menembus tulang kering korban dan menyisakan lubang menganga dengan diameter 6 sentimeter. Selama dirawat korban terus mengerang kesakitan dan sesekali tidak sadarkan diri.
Remaja tamatan sekolah dasar itu ditembak pada 10 November 2011 lalu saat hendak merampas mayat Zailani, 45 tahun, yang tewas ditembak anggota polisi. Muslim yang tidak begitu lancar berbahasa Indonesia itu marah karena mayat pamannya diseret dan dilempar ke dalam mobil. “Anak saya ditembak dari jarak yang sangat dekat. Semoga tidak cacat seumur hidup,” tutur Rundam lirih.
Muslim awalnya dirawat di Rumah Sakit Umum Abdul Muluk Bandar Lampung. Tapi sejak 7 Desember 2011 dipindah ke Rumah Sakit Immanuel. Selama dirawat, Rundam mengaku mendapat bantuan Rp 10 juta dari Polda Lampung dan Pemerintah Kabupaten Mesuji. “Tapi uang itu sudah habis tergerus untuk beli obat dan keperluan selama menjaga di rumah sakit,” katanya.
Muslim merupakan salah satu korban penembakan brutal aparat di Divisi II Perkebunan PT BSMI Mesuji. Peristiwa berdarah itu menyebabkan satu orang tewas dan melukai empat orang lainnya. Aksi itu dibalas warga dengan membakar mes dan kompleks perkantoran perusahaan itu.
Dua orang anggota polisi Ajun Komisaris Polisi Wetman Hutagaol dan Ajun Inspektur Satu Dian Permana dinilai terlibat dalam penembakan brutal itu. Keduanya dipenjara selama 1 hari dan ditunda lima kali kenaikan pangkat. “Hukuman itu tidak setimpal. Semestinya mereka diseret ke meja hijau karena menyebabkan orang lain tewas,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung Indra Firsada.
NUROCHMAN ARRAZIE
Muslim, warga Suku I Desa Sritanjung, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji, menderita luka tembak di bagian kaki kanan. Peluru menembus tulang kering korban dan menyisakan lubang menganga dengan diameter 6 sentimeter. Selama dirawat korban terus mengerang kesakitan dan sesekali tidak sadarkan diri.
Remaja tamatan sekolah dasar itu ditembak pada 10 November 2011 lalu saat hendak merampas mayat Zailani, 45 tahun, yang tewas ditembak anggota polisi. Muslim yang tidak begitu lancar berbahasa Indonesia itu marah karena mayat pamannya diseret dan dilempar ke dalam mobil. “Anak saya ditembak dari jarak yang sangat dekat. Semoga tidak cacat seumur hidup,” tutur Rundam lirih.
Muslim awalnya dirawat di Rumah Sakit Umum Abdul Muluk Bandar Lampung. Tapi sejak 7 Desember 2011 dipindah ke Rumah Sakit Immanuel. Selama dirawat, Rundam mengaku mendapat bantuan Rp 10 juta dari Polda Lampung dan Pemerintah Kabupaten Mesuji. “Tapi uang itu sudah habis tergerus untuk beli obat dan keperluan selama menjaga di rumah sakit,” katanya.
Muslim merupakan salah satu korban penembakan brutal aparat di Divisi II Perkebunan PT BSMI Mesuji. Peristiwa berdarah itu menyebabkan satu orang tewas dan melukai empat orang lainnya. Aksi itu dibalas warga dengan membakar mes dan kompleks perkantoran perusahaan itu.
Dua orang anggota polisi Ajun Komisaris Polisi Wetman Hutagaol dan Ajun Inspektur Satu Dian Permana dinilai terlibat dalam penembakan brutal itu. Keduanya dipenjara selama 1 hari dan ditunda lima kali kenaikan pangkat. “Hukuman itu tidak setimpal. Semestinya mereka diseret ke meja hijau karena menyebabkan orang lain tewas,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung Indra Firsada.
NUROCHMAN ARRAZIE
Korban-Aparat-Masih-Sekarat
0 comments:
Post a Comment