Tuesday, 17 January 2012 06:55 Pemerintah Beijing mengkritisi sanksi Amerika Serikat terhadap perusahaan minyak China karena menjalin kerja sama dengan Iran. Menurut China, sanksi AS tidak beralasan dan tidak akan mempengaruhi hubungan mereka dengan Iran.
Seperti diberitakan China Daily, Senin (16/1), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Liu Weimin mengatakan bahwa sanksi AS atas perusahaan China, Zhuhai Zhenrong, tidak beralasan. Menurutnya, AS berusaha untuk melibatkan negara-negara lain dalam sanksi unilateral mereka terhadap Iran yang disahkan Obama Awal tahun ini.
"Pemberian sanksi untuk perusahaan China atas dasar peraturan AS sangat tidak beralasan dan bertentangan dengan isi resolusi Dewan Keamanan PBB soal nuklir Iran. China menentang hal ini," kata Liu.
Sanksi atas perusahaan Zhuhai Zhenrong diberlakukan AS pada Kamis pekan lalu. Menurut pernyataan AS, perusahaan ini merupakan pemasok utama minyak murni dari China ke Iran. Pada Juli 2010-Januari 2011, kerja sama antara Zhuhai Zhenrong dan Iran mencapai US$500 juta. Hal ini dibantah oleh juru bicara perusahaan.
"Tuduhan bahwa kami mengekspor minyak murni ke Iran benar-benar fiksi. Kami tidak pernah melakukannya. Sanksi ini membingungkan," kata juru bicara tersebut.
Kendati demikian, juru bicara perusahaan mengatakan tidak memusingkan sanksi karena mereka tidak pernah berhubungan dengan AS. Baik perusahaan tersebut dan pemerintah China mengatakan akan tetap bekerja sama dengan Iran dalam berbagai bidang.
"Seperti negara lainnya, China dan Iran akan tetap mempertahankan kerja sama energi, perdagangan dan ekonomi," kata Liu.
Selain perusahaan China, AS juga menjatuhkan sanksi untuk perusahaan Singapura dan Uni Emirat Arab. Dengan sanksi ini, ketiga perusahaan tersebut tidak dapat mengekspor ke AS, tidak bisa bertransaksi menggunakan Bank Ekspor Impor AS dan mendapat pinjaman dana dari AS.
Sanksi baru Barat terhadap Iran didukung oleh beberapa negara sekutu AS, di antaranya adalah Uni Eropa dan Jepang. China awal tahun ini juga mengurangi pembelian minyak mentah dari Iran, tapi tidak ada hubungannya dengan sanksi AS, melainkan hanya masalah ketidaksepahaman harga transaksi.
AS Curigai China
Perdana Menteri China, Wen Jiabao, mulai Sabtu lalu melakukan lawatan ke Timur Tengah demi mempererat kerja sama energi dengan negara-negara yang menjadi eksportir minyak utama dunia. AS mencurigai ada agenda tersembunyi dari kunjungan itu. Pasalnya, China sebelumnya tak menggubris sangsi ekonomi AS atas Iran berkaitan dengan program nuklirnya.
Amerika Serikat (AS) ingin agar China mengurangi impor minyak mentah dari Iran. Seperti diketahui, Iran adalah pemasok minyak mentah ketiga terbesar ke China dengan 556.000 barel per hari, setara dengan 11 persen total impor minyak mentahnya.
Kunjungan enam hari ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar, adalah usaha memperluas jaringan impor minyak mentah bagi China seperti diberitakan Wall Street Journal Senin (16/1).
PM Wen kemungkinan akan menghadapi tekanan kuat dari para sekutu AS di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, karena menentang sangsi ekonomi Amerika atas Iran, yang dianggap mengembangkan program nuklir secara masif.
Ajang Kompetisi
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Liu Weimin dalam jumpa pers, mengatakan, tidak rasional bahwa sebuah negara ingin menduniakan undang-undang internalnya dan juga meminta negara-negara lain untuk melaksanakannya.
Ditegaskannya, China sebagai sebuah negara besar akan melanjutkan impor minyak Iran untuk memenuhi permintaan logis kebutuhan energinya. Shi Yinhong, seorang ahli politik di Universitas Renmin Beijing, mengatakan situasi tegang atas Iran akan menimbulkan ancaman potensial bagi pasokan energi China dari Timur Tengah.
Menurutnya, selama kunjungan itu, pemerintah China ingin meminta tiga negara Arab untuk berbuat lebih banyak guna meningkatkan peluang damai dalam menyelesaikan masalah Iran.
Penegasan China terhadap kelanjutan perdamaian di Teluk Persia di samping penentangan negara itu atas upaya menciptakan krisis di kawasan, pada dasarnya membawa pesan khusus kepada Amerika Serikat.
Menurut China, perang AS di Afghanistan dan Irak serta krisis financial global telah melahirkan kondisi buruk di kawasan dan dunia. Menurut para pengamat politik, pemilihan Teluk Persia sebagai destinasi kunjungan Wen adalah indikasi pentingnya kawasan itu dalam diplomasi masa depan pemerintah Beijing.
AP-AFP-BBC | Beijing | Jurnal Medan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment