Ads 468x60px

Social Icons

Saturday, November 5, 2011

Aktivis Greenpeace Kedua Dideportasi dari Indonesia Usai Menjadi Saksi Perusakan Hutan yang dilakukan APP

Siaran Pers - 20 Oktober, 2011
 
Jakarta, 20 Oktober 2011 -- Setelah pencegahan Direktur Eksekutif Greenpeace Inggris, John Sauven masuk ke Indonesia, kemarin malam (19/10) pejabat imigrasi lagi-lagi menekan Greenpeace dengan menahan Andy Tait, jurukampanye hutan yang menyoroti kegiatan Greenpeace untuk mereformasi produksi pulp dan kertas dari perusahaan APP. Tidak ada alasan yang jelas mengapa pihak imigrasi melakukannya.
Anehnya, Andy Tait diambil petugas Imigrasi Bandara Soekarno Hatta Jakarta justru saat akan meninggalkan Indonesia untuk kembali ke London kemarin malam. Sebelumnya, pada Sabtu (15/10) Tait juga didatangi petugas imigrasi di Bandara Halim saat akan berangkat ke Sumatra. Saat itu orang-orang yang mengaku petugas imigrasi memperlihatkan surat deportasi yang aneh karena tidak disertai foto, bahkan nama dan nomor Tait salah. Surat itu bahkan tidak punya stempel resmi dari Dirjen Imigrasi.
Dalam perjalanan ke Sumatra itu, Greenpeace melihat penggundulan hutan skala besar di kawasan hutan alam, termasuk yang terjadi di konsesi APP. Beberapa konsesi ini juga terpetakan dalam kawasan yang mempunyai lahan gambut dalam, dimana penghancuran lahan gambut dalam menurut hukum Indonesia adalah ilegal. Perusakan hutan yang terus terjadi ini juga melecehkan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah bertekad untuk melindungi hutan Indonesia yang masih tersisa selama masa kepemimpinannya.
Kemarin, Tait diinterogasi oleh petugas imigrasi di Soekarno Hatta, yang terus menerus mengatakan apakah dia punya paspor lain. Dia kemudian dideportasi dari Indonesia. Padahal Tait punya visa bisnis yang sah untuk berkunjung ke Indonesia dan bahkan saat datang diperbolehkan masuk Indonesia tanpa masalah apa pun.Kamis (13/10), imigrasi juga mencegah John Sauven masuk ke Indonesia, setibanya ia di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Padahal Sauven memegang visa bisnis yang sah. Namun, Sauven diterbangkan kembali ke negaranya dengan penerbangan berikutnya.
Nur Hidayati, Kepala Perwakilan Greenpeace Indonesia, yang meyakini bahwa pencekalan terhadap Sauven dan Tait merupakan bagian dari skema penekanan organisasi Greenpeace di Indonesia mengatakan;
“Greenpeace mendapatkan serangan dari berbagai pihak di Indonesia karena upaya kami untuk menghentikan perusakan hutan. Serangan ini makin meningkat secara signifikan setelah kampanye kami terhadap peran APP dalam perusakan hutan. 
“Tetapi dengan menghalangi para jurukampanye kami tidak akan membuat Greenepeace berhenti untuk berupaya menghentikan perusakan hutan dan tidak akan menolong APP untuk menyembunyikan peran mereka sesungguhnya terhadap kerusakan hutan di Indonesia.”
"Lagipula, Golden Agri Resources yang juga bagian dari Sinar Mas Grup telah memutuskan untuk mulai meninggalkan perusakan hutan. APP harus mengikuti jejak saudaranya itu."
Beberapa perusahaan besar telah memutuskan kontrak APP dari rantai suplai mereka. Diantaranya adalah Adidas, Kraft, Nestle, Unilever, Carrefour dan Tesco. Yang terbaru, Mattel, raksasa produsen mainan Barbie, menyatakan bahwa mereka juga akan segera memutus kontrak dengan APP.

Indonesia mempunyai laju deforestasi yang merupakan salah satu tercepat di dunia. Pemerintah Indonesia memperkirakan lebih dari satu juta hektar hutan hancur setiap tahunnya.
Upaya Greenpeace dalam menghentikan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah salah satu bentuk dukungan langsung terhadap komitmen Presiden Yudhoyono untuk mengurangi emisi hingga 41% dengan bantuan internasional. Greenpeace meminta kepada pemerintah untuk meninjau ulang izin konsesi yang sudah diberikan kepada perusahaan, dan menindak tegas bagi perusahaan yang membuka lahan di kawasan gambut.

Kontak:
Nur Hidayati, Kepala Perwakilan Greenpeace Indonesia, 0813 1980 9441
Bustar Maitar, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, 0813 4466 6135
Hikmat Soeriatanuwijaya, Jurukampanye Media, 0811 805 394



Masya Allaah ya Allaahu A'laam.

0 comments:

Post a Comment